"Hhh..." akhirnya ada yang tau aku menyukai "si dy". Beban dalam diriku sedikit berkurang, benar-benar seperti melepaskan sesuatu yang sangat berat. Aku tau memang tidak mungkin menyimpannya sendirian dan setelah aku berbagi, tidak hanya terasa lebih ringan tapi juga aku seperti menemukan jalan keluar dari masalahku selama ini. "Bagaimana cara menyampaikan perasaanku padanya?!", itu masalahku selama ini.
Waktu berjalan dan masih belum ada perkembangan pada diriku maupun hubunganku dengan dirinya. Meskipun sekarang Marco juga sudah tau tentang itu, meskipun semakin banyak yang membantu belum terjadi sesuatu yang berarti. Padahal aku begitu berharap, menggantungkan diri pada mereka, mungkin itu kesalahanku yang lainnya. Bukan berarti salah aku telah percaya pada mereka. Mereka telah terlalu banyak membantuku, memberiku nasehat-nasehat meskipun kadang brutal tapi aku sangat berterima kasih. Tapi ada satu hal yang tidak dapat mereka lakukan, hanya satu hal, mereka tidak tau cara untuk membantuku mendekati "si dy" karena mereka tidak cukup dekat dengannya. Aku tau itu berarti aku harus tetap berusaha sendiri pada bagian tersulit. Memang aku agak sedikit kecewa harapanku tidak sepenuhnya benar, tapi aku tetap sangat berterim kasih atas semangat dan nasehat yang mereka berikan. Tanpa bantuan mereka? Entah apa yang terjadi.
Tapi semua itu, segala harapan dan semangat yang telah mereka berikan hilang ditelan rasa tidak percaya diriku dan nasehat mereka tidak dapat aku pilah dengan benar, mana yang sesuai denga keadaanku sekarang. Aku terus mengulangi kesalahan bodohku dan inilah salah satu ceritanya...
Februari, tepatnya beberapa hari sebelum Valentine aku sudah bertekad akan memanfaatkan hari kasih sayang itu sebagai momen yang tepat. Aku nekat ingin memberinya cokelat dan menyatakan perasaanku padanya. Aku sudah begitu menggebu-gebu ingin segera melakukannya. Aku menanti hari demi hari dengan begitu gelisah. Sehari sebelum Valentine aku menceritakan pada salah seorang dari mereka dan aku meminta pendapatnya. Dia berkata, "Terserah sih, tapi mendingan PDKT dulu. Tapi gw ga tau sih, kan lu yang lebih tau keadaannya." Aku menjadi bimbang padahal itu hanya sekedar sugesti, tapi aku panik, aku takut harus mengambil keputusan sendiri. Aku jadi sedikit ragu...
Hari itu sepulang sekolah aku mempertimbangkan rencanaku. Aku mencoba memikirkannya dengan kepala dingin. "Gw udah punya coklat, tinggal gw bawa aja trus kasih dia. Abis itu gw cuma perlu ngomong apa yang harus gw omongin. Tapi..." Pikiranku terus berubah-ubah, kadang begitu bersemangat ingin melanjutkan rencana itu, tapi kadang aku jadi begitu ragu. Hingga malam hari aku terus berusaha mempertimbangkannya agar tidak menyesal nantinya. Akhirnya aku mengambil keputusan yang salah, aku memutuskan untuk menundanya sebentar lagi. Mungkin lebih baik aku menundanya hingga hari ulang tahunnya, hanya sekitar dua minggu lagi jadi aku bisa mempersiapkan diriku dengan lebih baik.
Akhirnya aku tidak jadi menjalankan rencanaku keesokan harinya. Kita lihat bagaimana kejadian selanjutnya, apakah aku masih memiliki kesempatan untuk menyatakan perasaanku di hari ulang tahunnya, cukupkah waktuku?
"Kebenaran terkadang adalah hal yang sulit untuk dikatakan, apalagi untuk mengakui kebenaran akan sebuah kesalahan yang kita lakukan, itu adalah suatu perjuangan berat. Tapi kita tidak bisa menutup-nutupinya untuk selamanya karena perasaan bersalah akan terus menghantui kita. Keputusan terbaik adalah mengakui kesalahan itu dan belajar darinya karena dari situ kita akan menjadi lebih bijaksana. Kesalahan bukanlah akhir, tapi awal dari sebuah kehidupan baru yang lebih baik."
Sabtu, 27 Desember 2008
(Part 10) Rencana yang Tidak Sempurna
Diposting oleh Michael Resista di 18.55 0 komentar
Sabtu, 13 Desember 2008
(Part 9) Terungkapnya Sebuah Rahasia
Maaf telah membuat semuanya menunggu lama. Aku sempat memutuskan tidak akan meneruskan blog ini, tapi atas permintaan para pembaca aku kembali menulis. Untuk sekedar mengingatkan, di bagian sebelumnya aku telah menceritakan bagaimana dia telah membuatku begitu bahagia di hari ulang tahunku. Selanjutnya aku akan menceritakan semua kebenaran kisah cintaku. Aku akan memaparkan segalanya, yang selama ini masih kabur. Semuanya, seluruh kunci yang bisa dibilang kesalahanku dalam membuat pilihan yang sebenarnya sangat menentukan kelanjutan dari kisah ini. Di sinilah cerita sesungguhnya baru akan dimulai...
Berbulan-bulan telah berlalu dan aku masih sama dengan diriku yang dulu, masih terlalu bodoh untuk belajar dari kesalahanku. Semua ini membuatku tidak mendapatkan perkembangan yang berarti dalam usaha untuk menjadi semakin dekat dengan "si dy". Memang kami masih sering bertemu untuk bertegur sapa (sebenernya gw yang suka sengaja lewat-lewat di depan dia), tapi aku merasakan sesuatu yang begitu menggangguku, aku merasa kita semakin jarang mengobrol. Aku merasakan kita tidak sedekat dulu.
Aku merasa semuanya murni kesalahanku. Sebenarnya aku merasakan bahwa dia sayang padaku, tapi aku tidak yakin. Takut itu hanya perasaanku. Aku juga tidak pernah yakin akan diriku sendiri, aku tidak yakin siap mendampingi dirinya. Aku tau semua ini salahku, aku telah menggantungkan hubungan ini, aku menggantungkan cinta yang dia berikan. Betapa bodohnya diriku, betapa egois dan pengecutnya aku.
Dulu memang aku sempat mempunyai alasan yang sebenarnya bodoh dan aku buat-buat sendiri. Aku belum siap karena tidak memiliki alat komunikasi sehingga aku takut tidak dapat berkomunikasi dengan baik di luar sekolah. Aku takut hubungan kita tidak dapat bertahan. Namun sekarang seharusnya tidak ada alasan lagi, aku sudah punya alat komunikasi yang kubutuhkan itu, aku sudah mendapatkan handphone yang kuinginkan. Tapi... apa yang kulakukan? Tetap saja tidak ada perubahan, tidak ada usaha dariku. Aku tidak berusaha mendapatkan nomor handphonenya. Aku terlalu takut untuk memintanya. Bagaimana dengan meminta dari teman lain? Tidak, aku terlalu malu, lagipula tidak ada seorang pun yang tau tentang perasaanku kepadanya. Aku tak pernah bercerita hingga suatu saat...
Di hari Sabtu, di saat aku mengikuti eskul catur yang mungkin seharusnya membosankan dan kelihatannya serius, tapi kenyataannya jadi seperti gabungan pasar, kebun binatang, dan rumah sakit jiwa. Semua gara-gara isinya anak-anak blangsak yang dari SMP udah ikut catur (sebenernya sih cuma buat pelarian. Kalo boleh cerita sedikit, dulu guru catur yang di SMP sempet mau bunuh diri gitu sakin stressnya! Jadi kebayang ya?! Gimana nggak? Orang eskulnya catur pada maen gundu. Ckckck.) Kembali ke cerita, pagi itu kami anak-anak laknat main catur sambil ngeliatin anak MD, bercanda, teriak-teriak, dsb. Menjelang akhir, kita sudah mulai bosan dan mulai ngobrol sendiri-sendiri. Saat itu aku mengobrol dengan Johan dan tiba-tiba ia bertanya kepadaku, "Lu lagi deket sama siapa sih Mike? Cri cewe lah!". Aku bingung harus berkata apa, aku terlalu malu untuk menceritakan rahasiaku karena ini cinta pertamaku. Aku hanya diam dan menggeleng sambil senyum-senyum. "Cerita-cerita lah Mike! Sama temen sendiri juga! Ayolah!" Aku tetap menolak untuk menjawabnya. Kami terus berdebat dan entah kenapa semakin lama aku semakin terdorong untuk menceritakannya. Padahal sebelum-sebelumnya tidak ada yang pernah berhasil membuatku membuka mulut. Bujukan Johan emang maut! Dasar iblis^^! Akhirnya aku kalah dan mau juga memberitahunya, tapi aku tidak mau menyebutkan namanya begitu saja. Aku tetap keras kepala, aku menyuruh dia menebaknya, agak lama namun akhirnya dia berhasil. Aku menyuruhnya berjanji untuk menyimpan rahasia itu.
Diposting oleh Michael Resista di 17.37 1 komentar